RSS

Kisah Si Pemilik Kucing Hitam dan Gadis Senja


Ini adalah sebuah kisah yg dibisikkan dari telinga ke telinga dan tersebar melalui obrolan-obrolan iseng. Dulu, duluu sekali.. hiduplah seorang gadis yang selalu berjalan dengan langkah tertunduk. Wajahnya selalu sayu, kalaupun dia tersenyum matanya kosong, seakan tak ada jiwa dalam tubuhnya yang tidak-kurus-tidak-gemuk itu. Dia mengenal semua orang yang ada di sekitarnya, tapi hanya segelintir orang yang menyadari keberadaannya, itupun hanya sekedar mengenal ‘cangkang’nya. ‘Sendiri’ adalah satu kata yang tidak pernah lepas dari jiwanya. Ya, sendiri, walaupun dia tau dia selalu bersama paling tidak dengan seseorang, tapi kenapa jiwanya masih terasa kosong ya? Jiwanya masih tetap sendiri..
“aku ingin ditemukan.. carilah aku..”
jiwa gadis itu berkata. Setiap hari dengan sengaja dia melangkah tak tentu arah sendirian, mencari seseorang yang akan menemukan jiwanya –dan membuatnya tersenyum dengan tulus-. Dia terus melangkah, setiap senja, sendirian. Dia menyadari banyak orang menyapanya, tapi bukan itu yang dia cari. Dia mencari seseorang yang bisa melihat jiwanya.
“aku sudah mencarinya setiap hari .. berjalan tak tentu arah.. tapi dia masih belum muncul..”
gadis itu tidak bisa menceritakan perihnya kekosongan yang dia rasakan pada siapapun, karena mereka tidak akan mengerti bagaimana bosannya dia menjalani hidup yang berupa pengulangan ini. Makanya, dia hanya bisa menulis di buku hariannya, ‘Allah, pertemukanlah aku dengan seseorang yang bisa membawa kesungguhan dalam hidupku.. membuatku terbebas dari segala kekosongan ini.. aku mohon.. aku sudah bosan dengan segala pengulangan ini.. semoga besok jadi hari yang menarik.. –G-‘.
Begitulah setiap hari , disetiap lembar buku hariannya dia tuliskan di penutup kisahnya sebait do’a yang tidak pernah berubah selama dua tahun, dengan harapan Allah akan mendengar pintanya.
“If you don't mean something, don't say it. if you don't want to do something, don't do it. if you didn't want to be my friend, then you shouldn't have said be my friend.
satu kalimat yang selalu diucapkannya ketika seseorang mulai mengetuk hatinya. Satu kalimat yang selalu mendapat respon seperti kerutan kening, tatapan heran, bahkan sedikit sindiran, ‘ mau sampai kapan kau akan keras kepala dengan semua penolakan itu?! Sebenarnya kau tidak mencari, tapi hanya meratapi dan menolak, kau pikir orang akan mau berada didekatmu??’. Gadis itu tidak peduli. Hanya dia yang tau bahwa satu kalimat itu adalah barrier yang akan menyeleksi kesungguhan yang dimiliki seseorang. “aku hanya butuh kesungguhan, bukan penawaran..” bisik sang gadis tertahan.

Buku harian itu tidak pernah absen menemani tuturan kisah sang gadis. Terus menerus, hingga lembar terakhir pun habis. Sang Gadis bingung, kepada siapa lagi aku bercerita? Gadis itu tidak ingin membeli buku yang baru, dia hanya ingin bercerita pada satu buku saja. Akhirnya di suatu senja, dia menyengajakan diri duduk direrumputan yang tebal di sisi sungai yang lebar. Termenung, sendiri. Hingga seekor kucing hitam meloncat kekepalanya dan membuyarkan semua lamunannya. Umpatan yang sedetik lagi akan terlontar dari mulut gadis itu tertahan ketika sepasang mata menatapnya dengan tatapan bersalah, ya, seseorang menghampirinya. “waduh, maafkan akune, kucingku ini memang selalu nakal, kamu gak apa-apa?”. Gadis itu tidak menjawab, hanya menatap orang itu tanpa berkedip. Dia tidak bergeming, hanya hatinya yang terus berseru “akhirnya kutemukan juga..”. Hatinya berkata dialah orang yang selama ini dicari gadis itu, tapi gadis itu bersikukuh untuk tidak percaya. ‘aku baru bertemu dengannya, aku tidak boleh gegabah..’.

Sebuah insiden kecil yang membuat mereka menjadi dekat. Bukan saling mendekat, melainkan si pemilik kucing yang selalu memaksa untuk memasuki dunia si Gadis. Perlahan, setiap hari, merobohkan pertahanan si Gadis. Sampai pada akhirnya membuat si Gadis rela membiarkan buku hariannya di baca. Kenapa? Kenapa bisa semudah itu meraih hati si Gadis? Padahal berpuluh-puluh orang ditolak olehnya. Sebenarnya, itu mudah, hanya karena satu percakapan sederhana diantara mereka. Ya hari itu, beberapa senja setelah pertemuan pertama mereka. Entah kenapa mereka selalu dipertemukan di tempat yang sama. Dan selalu, tanpa sadar mereka saling bercerita satu sama lain. Tentang cuaca, tentang kucing, tentang sekolah, tentang payung, tentang kamar, tentang daun, bahkan tentang semua imajinasi yang tidak jelas. Lebih sering si Gadis terdiam, dengan sabar mendengarkan ocehan si pemilik kucing yang terkadang mungkin tidak dia mengerti. Namun, dari ocehan itu, sesekali si Gadis tersenyum, sekali, dua kali, hingga tanpa sadar Gadis itu tertawa mendengar ocehan si pemilik kucing yang mulai dia pahami.
Seakan sebuah panggilan, selalu, sekalipun tidak berniat pergi  ke sisi sungai itu, namun kakinya tanpa sadar melangkah kesana. Dan selalu, ketika menjejakkan kaki disana, dan menatap sosok itu, punggung itu, yang tiba-tiba berbalik dan memperlihatkan seulas senyuman dan tangan yang terulur. Yang membuatnya melangkah dan menyambut uluran tangan itu. Dan pada akhirnya mereka kembali menghabiskan senja bersama dengan semua ocehan yang kadang tidak terlalu penting. Mungkin pada awalnya gadis itu menolak, dan mencoba menghindar, si Gadis berkata “aku tidak akan datang ke tempat ini lagi..” si pemilik kucing terkejut dan spontan berkata “kenapa? Apakah aku menyakiti hatimu?”. Si Gadis menggeleng dan berkata perlahan,” aku hanya tidak ingin menyianyiakan waktumu demi menemaniku dengan segala ocehan yang mungkin tidak penting.. kamu berbeda denganku, aku tau ko, kamu adalah seseorang yang banyak diidolakan oleh orang lain.. disayangi.. tidak sepertiku yang bahkan kadang tak terasa keberadaannya.. kita terlalu berbeda.. aku tidak punya apa-apa yang bisa kau banggakan.. aku mungkin hanya menjadi beban bagimu.. makanya kita sudahi saja senmua pertemuan ini..”. Si pemilik kucing masih tetap menatap si Gadis dengan tatapan yang dalam, sementara si Gadis menunduk –tak berani melihat mata polos bidadari si pemilik kucing-. Akhirnya, dengan helaan nafas perlahan, si pemilik kucing berkata dengan tenang, mengangkat dagu si gadis, memegang pipi yang berwarna kecoklatan itu, dan membuat pandangan mereka saling beradu.. perlahan si pemilik kucing berkata, “i'm not looking for someone who has everything. But someone who has time to spend with me more than anything.. And it’s you..Someone who always I’m looking for..” .. satu kalimat, yang memiliki kekuatan yang bahkan bisa merobohkan hati batu seorang Gadis yang sedari dulu keras kepala menyembunyikan jiwanya. Kembali, hati sang Gadis berseru, “akhirnya kutemukan!! Dia,, yang bisa melihat jiwaku..”. kali ini, gadis itu tidak menyanggahnya lagi, dia yakin, dengan lembut dikecupnya pipi si pemilik kucing itu dan dibisikinya sebait do’a yang selama ini tertulis di setiap lembar buku hariannya,” saat ini aku tidak akan menuliskan hal ini lagi -‘Allah, pertemukanlah aku dengan seseorang yang bisa membawa kesungguhan dalam hidupku.. membuatku terbebas dari segala kekosongan ini.. aku mohon.. aku sudah bosan dengan segala pengulangan ini.. semoga besok jadi hari yang menarik..- karena Allah sudah mempertemukanku denganmu, orang yang selama ini aku tunggu..”.
Dan begitulah , kisah itu terhenti disitu, tidak ada yang tahu kelanjutan kisah si Gadis dan si Peilik kucing itu. Yang mereka tahu hanyalah, mereka selalu bersama, disisi sungai itu dengan segala ocehan yang mungkin tidak penting.. namun satu yang mereka tahu, si Gadis telah menemukan orang yang dia cari.. dan bersama, mereka menghidupkan sang waktu hingga membuat sang waktu mengabadikan kisah mereka.. yang kini tetap tersebar dari telinga ke telinga melalui obrolan iseng..

16.32
In the silent student lounge



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar