Guys, have you ever thought where your name come from?
What is the history beyond your name?
Or you never thought about it before and just live happily without knowing anything about your name?
Waa, if you included on the second question, you have to read this reflection!! ^0^
As you know that our name is a symbol of our identity. Even every single thing has a name. Can you imagine if we want to buy a book but on that time book doesn’t called as book. We will say a square thing with many pages or something like that. See, if everything has a name, it will be more meaningful, right?
I want to share my name’s history…
Ketika saya SD, saya kesal sekali karena selama tiga tahun, guru saya selalu salah menuliskan nama saya di raport dan selalu membuat kesalahan di huruf terakhir nama belakang saya. Mama sampai harus memberi tipe-x di raport saya dan berkali-kali berbicara pada guru saya. Saya juga kadang kesal jika guru mengabsen nama saya menjadi nama penyanyi dangdut terkenal di Indonesia atau sekedar nama penyanyi pop di era Mama saya. Oke saya akui nama saya memang sangat ‘pasaran’. Bahkan saya pernah mendapati nama salon dan merek pasta gigi yang menggunakan nama saya! Yang kadang bikin miris karena ternyata nama saya juga dipakai J.K Rowling dalam bukunya, Harry Potter, bukan sebagai tokoh yang menyenangkan tetapi sebagai jurnalis yang sangat menyebalkan. Tetapi mau bagaimana lagi? Dengan nama “pasaran” inilah saya terlahir di dunia ini. Saya tidak pernah berkeinginan untuk mengubah nama saya. Karena saya ditakdirkan hidup dengan nama ini.
Ngomong-ngomong soal sejarah nama saya, ternyata orang tua saya tidak ikut campur sedikit pun ketika proses pemberian nama, kakeklah yang berkuasa penuh atas itu. Kata Ayah, kakek menentukan nama saya berdasarkan perhitungan kuno antara menggabungkan hitungan hari, bulan, dan tahun yang menurut saya sangat tidak logis. Awalnya nama saya hanya satu kata, yaitu nama belakang saya saja, itu karena kakek ingin memanggil saya dengan “Ani” . Tetapi beberapa hari setelah itu kakek menambahkan satu kata lagi didepan nama belakang saya. Gara-gara hal ini, saya sempat berasumsi kalo kakek saya ngefans sama penyanyi dangdut terkenal itu. Tambahan lagi, setelah memberi nama itu toh pada akhirnya kakek tetap memanggil saya dengan sebutan “iteung” selama 18 tahun karena kulit saya yang kecoklatan.
Namun ketika duduk di bangku SMA akhirnya saya mulai menerima dan menyukai nama “pasaran” ini. Jadi pada saat itu teman dekat saya memberikan nama panggilan yang cukup lucu. Dia menggabungkan nama depan dan nama belakang saya. Nama saya jadi terdengar seperti nama orang India. Nama panggilan ini membuat saya merasa nama saya tidak “pasaran” lagi. Saya sangat menyukai nama panggilan itu dan sekarang teman-teman dikampus memanggil saya dengan nama tersebut. Saat ini saya percaya, se’pasaran’ apapun nama seseorang, dia tetap pribadi yang spesial. Yang terpenting adalah bagaimana cara kita menghargai nama itu dan membuatnya menjadi unik.
So, how about your story???
^0^
0 komentar:
Posting Komentar